Mengisi Waktu Luangku :)

Kita dan Indonesia Kita

HAI PEMUDA INDONESIA !!!!!
Sejenak saya nikmati lagu “Ibu Pertiwi” yang begitu merdu didengar. Sebuah lagu yang singkat tapi menyentuh. “Hutan sawah gunung lautan.. simpanan kekayaan... “ sepotong lirik yang mengundang rasa penasaran saya untuk mengulasnya. Ya, memang benar adanya, negara kita tercinta ini menyimpan banyak sekali kekayaan, hutan yang rimbun lebat, sawah yang luas menghijau, gunung-gunung kokoh berdiri, dan lautan biru berseri. Semuanya karunia Sang Pencipta untuk kita bangsa Indonesia.
Sungguh negeri ciptaan Tuhan yang luar biasa, terdiri dari 17.508 pulau yang berjajar rapi, bersinergi membentuk rangkaian daratan hijau yang indah di atas garis khatulistiwa. Dengan dihiasi 500 suku bangsa dan 1000 tapak budaya terbentang dari Sabang sampai Merauke. Zamrud Khatulistiwa, itulah julukan dunia kepada Indonesia. Orang Jawa lebih suka menyebutnya Nuswantara, disempurnakan kembali menjadi Nusantara, ‘Nusa di antara dua benua dan dua samudra’, itulah posisi strategis Indonesia yang menguntungkan dalam hal perekonomian negara, karena terjadi hubungan perniagaan yang baik antara Indonesia dengan negara-negara tetangga maupun negara- negara luar asia.
Kita adalah sebuah bangsa, 200 juta jiwa yang berbeda asal-usulnya, berbeda sifatnya bersatu padu merasa dirinya senasib, seperjuangan dan secita-cita ‘Bangsa Indonesia’. Banyak sekali keberagaman di antara kita, perbedaan-perbedaan antara kita, namun tak jadi sebuah problema, kita dapat bersatu dalam bingkai “Bhineka Tunggal Ika” berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Itulah hebatnya kita, di atas perbedaan kita mampu menggalang perdamaian, di atas perdamaian kita mampu menggalang persatuan.
Sepatutnya kita bersyukur, karena kita dapat hidup rukun berbangsa dan bernegara. Banyak negara-negara di dunia yang sekarang menyandang status ‘almarhum’. Karena apa ? Mereka tidak mampu hidup dalam perbedaan, tidak bisa menjaga kerukunan, maka timbullah perpecahan, dan runtuhlah sebuah negara. Tentu kita tidak menginginkan hal seperti itu.
Namun, hal itu bukan tidak mungkin terjadi pada negara kita. Negara kita bagaikan sebuah kapal yang tengah mengarungi luasnya samudera. Kemudian datanglah sebuah badai yang cukup besar, dengan kegigihan nahkoda dan awak kapal, badai tersebut dapat kita lalui. Selang beberapa waktu, kembali datang sebuah badai, kali ini lebih besar, dan badai itu tak kunjung berakhir, di sanalah posisi kita saat ini.
Indonesia diterjang badai, tengah menghadapi sebuah ancaman ! Badai yang pertama, kita dapat menghadapinya, ini menggambarkan posisi Indonesia ketika masa penjajahan, karena kegigihan nahkoda dan awak kapal, yakni kearifan pemimpin-pemimpin kita pada saat itu, mengkoordinir, menyatukan seluruh rakyat Indonesia merebut kemerdekaan di tangan penjajah. Selang beberapa waktu, kembali datang badai yang lebih besar, inilah keadaan kita yang sekarang. Negara kita tengah ditimpa ancaman baik dari luar maupun dalam. Dimana ancaman-ancaman tersebut menjadi masalah yang harus dipecahkan bersama (nahkoda dan seluruh awak kapal) yakni pemimpin dan seluruh warga negara. Banyak sekali kita temui penyimpangan-penyimpangan moral yang tak terkendali. Korupsi, Suap, Pungli dimana-mana. Krisis ekonomi yang berkepanjangan, naik dan turunnya harga yang tidak stabil. Semakin tak terkontrolnya budaya-budaya asing yang masuk seiring globalisasi. Bila kita membuat sebuah checklist tanda-tanda kehancuran sebuah bangsa, maka hampir semua terpenuhi dengan contrengan-contrengan merah.
Sebagai pemuda dan seorang pelajar SMA di sebuah kota kecil, saya merasa risih dengan penyimpangan-penyimpangan moral yang kini kian mewabah. Pemuda-pemuda Indonesia semakin dewasa semakin terinfeksi dengan virus-virus liar tersebut, meracuni otak dan menyumbat hati nurani mereka. Yang ada hanyalah pola pikir irasional, semua hal dilakukan dengan tanpa memerdulikan norma serta nilai-nilai Pancasila, yang merupakan ideologi dan landasan moril Bangsa Indonesia. Narkoba, pergaulan bebas, mencuri, tawuran antar pelajar seakan sudah menjadi biasa. Dan parahnya orang-orang yang mewakili rakyat di atas sana, tidak memberikan teladan yang baik, malah ribut dan kisruh sendiri mempermasalahkan masalah-masalah yang seharusnya tidak jadi masalah, semuanya akibat kurangnya iman dan taqwa serta pemahaman wawasan kebangsaan. Masa depan Indonesia serasa terombang-ambing oleh ombaknya zaman.
Saya prihatin dengan pemuda saat ini, tepatnya pemuda yang menjadi tulang punggung negara.  Pemuda yang baik adalah pemuda yang memerdulikan masa depan dirinya, pernyataan itu saya tafsirkan dengan baik dengan mewujudkan sikap yang kritis, etis dan logis dalam kehidupan sehari-hari. Menjadi siswa yang berprestasi, berbudi pekerti luhur dan berbudaya adalah idaman saya. Selalu berhati-hati dalam bertindak, dan selalu belajar dari pengalaman, itulah prinsip saya. Untuk menimba ilmu wawasan kebangsaan dan memompa semangat bela negara, saya berorganisasi, Osis, dan Takmir. Di dalam Osis, saya belajar menjadi seorang pemimpin yang bijaksana, berilmu, dengan semangat kepemimpinan. Semakin lengkap dengan ikut Takmir, ya, mempertebal iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang sangat berguna menuntun hidup saya sekarang, dan mempersipakan kebahagian yang kelak diperoleh di akhirat, amin.
Masa depan suatu umat bergantung pada generasi mudanya, begitulah yang dikatakan Al-Hadist. Begitu juga sebuah negara, pabila generasi muda itu buruk, buruklah masa depan suatu negara. Kini Indonesia tengah dibayang-bayangi ‘madesu’ masa depan suram, akibat perilaku pemuda-pemuda yang kian memburuk tidak sesuai dengan norma yang berlaku, lebih-lebih didukung situasi negara yang sedikit kisruh karena ulah para koruptor, pembual, penyuap yang melemahkan hukum Indonesia, dan semuanya dikemas dalam media massa dan elektronik, disaksikan oleh seluruh rakyat termasuk para pemuda, pelajar-pelajar Indonesia.
Ingin rasanya mengubah semuanya, menjadi normal kembali. Tapi, mulai dari mana ? Ternyata semuanya berawal dari diri kita sendiri. Marilah kita ubah diri kita, introspeksi diri, mantapkan wawasan kebangsaan, kobarkan semangat bela negara, pertebal iman dan taqwa kita untuk menerjang ombak globalisasi yang merusak norma dan budaya kita. Setelah merubah diri sendiri, kita ubah lingkungan sekitar kita menjadi lebih kondusif, barulah kita dapat mengubah Negara Indonesia. Ingat, negara kita tengah diterjang badai, sebagai awak kapal, sepatutnya kita ikut membantu nahkoda menghadapinya, kita ikut andil dalam membela negara dari ancaman-ancaman. Tidak harus memangku senjata, cukup menjadi pelajar yang terpelajar, menjadi pemuda harapan bangsa. Jangan jatuhkan gelas yang telah retak, tapi simpan dan cari perekatnya, jangan perparah kondisi negara tetapi perbaiki dan berusaha menormalkan kembali seperti sedia kala. Jangan ingkari Sumpah Pemuda, jangan tinggalkan Pancasila, jangan alergi Bhineka Tunggal Ika. Wujudkan masa depan gemilang, untuk tanah air tercinta, Indonesia.

(Yannis, Mharta, dan Ary)
Kutulis Sebuah Kenangan Untuk Pemuda Indonesia
Di Akhir tahun ini (2011),
Kuinginkan Perubahan Pada Bangsa Indonesia,
Pasti Kita Bisa Wujudkan Indonesia yang Bahagia dan Ceria,
Dimata Bangsa Lain,
Ayolah Pemuda Indonesia Kita Pasti Bisa Jadi yang Terdepan !

Ini Kreasiku, Apa Kreasimu ?







Iseng (jepretjepret) waktu Pelajaran :)

Bukan Dia Tapi Aku

berulang kali kau menyakiti
berulang kali kau khianati
sakit ini coba pahami

ku punya hati bukan tuk disakiti 
ku akui sungguh beratnya
meninggalkanmu yang dulu pernah ada

namun harus aku lakukan
karena ku tahu ini yang terbaik
ku harus pergi meninggalkan kamu
yang telah hancurkan aku
sakitnya, sakitnya, oh sakitnya

ku harus pergi meninggalkan kamu
yang telah hancurkan aku
sakitnya, sakitnya, oh sakitnya
cintaku lebih besar darinya
mestinya kau sadar itu

bukan dia, bukan dia, tapi aku
begitu burukkah ini

hingga ku harus mengalah
ku harus pergi meninggalkan kamu
yang telah hancurkan aku
sakitnya, sakitnya, oh sakitnya

(cintaku) cintaku
(lebih besar dari benciku) lebih besar dari benciku
cukup aku yang rasakan
(jangan dia) jangan dia 

(jangan dia) jangan dia cukup aku
(jangan dia jangan dia) cukup aku
(jangan dia)

Siapa yang Melihat